Teknologi Pendidikan telah beberapa kali dirumuskan
bersama oleh para pakar yang tergabung dalam organisasi tertua Teknologi
Pendidikan AECT. Mereka terus berupaya untuk terus mengembangkan dan
memperbaiki (dalam kurun waktu tertentu). Rumusan konsep Teknologi Pendidikan
dikelompokkan menjadi 2, yaitu AECT serta rumusan yang diajukan oleh pakar
lain.
Association for Educational Communication and
Technology (AECT)
1. Rumusan
tahun 1963
Menurut Reiser dalam (Prawiradilaga, 2012: 26)
definisi ini dirumuskan oleh Departement of Audiovisual Instruction (Cikal
bakal organisasi AECT). Rumusan tersebut berbunyi, “The design and use
of messages which control learning process”.
Rumusan tahun 1963 sangat sederhana dan singkat, namun
bermakna dalam. Inti Teknologi Pendidikan dalam definisi ini adalah pesan atau
materi ajar yang disampaikan oleh pengajar ke peserta didik. Dalam hal ini
belajar dan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik tergantung dari materi
tersebut. agar materi ajar tersebut dapat di cerna dengan baik, dua proses yang
harus dilakukan adalah merancang materi ajar tersebut, kemudian memanfaatkan
materi tersebut bagi proses belajar. Istilah to control dalam hal ini
menunjukkan bahwa belajar berada dalam “Kendali” seorang pengajar. Dengan
demikian, poros proses belajar mengajar berfokus pada pengajar, atau yang
disebut dengan paradigma mengajar (Prawiradilaga, 2012: 26).
2. Rumusan
tahun 1972
AECT menyatakan bahwa Teknologi Pendidikan adalah
bidang garapan, atau suatu profesi berkaitan dengan penyelenggaraan yang
sistematis dari suatu proses belajar, pada jenjang apapun juga. Terkait dengan
bidang garapan, maka definisi menunjuk adanya kegiatan tertentu seperti
pengelolaan atau produksi sumber-sumber belajar, diman sekarang ini sumber
belajar biasanya dikonotasikan dengan media pembelajaran (Prawiradilaga, 2012:
27).
3. Rumusan
tahun 1977
AECT mendefinisikan Teknologi Pendidikan dan Teknologi
Pembelajaran definisi tersebut berbunyi sebagai berikut. “Education
technology is a complex, integrated process involving people, procedures,
ideas, devices, and organization, for analyzing problems and devising,
implementing, evaluating, and managing solution to those problems, involved in
all aspects of human learning”(Prawiradilaga, 2012: 287).
Process, solution dan learning menunjukkan
inti dari Teknologi pendidikan yang berporos dari proses belajar. Teknologi
pendidikan memecahkan masalah belajar dan bekerja sebagai proses. Adapun proses
itu sendiri merupakan kegiatan yang tidak berawal dan tidak berakhir.
“Instructional technology is a
sub-set of educational technology, bassed on the concept that instruction is a
sub-set of education. Instructional is a complex process involving people,
procedure, ideas, devices, and organization and managing solutions to those
problems, in situasion in which learning is purposive and controlled” (Prawiradilaga,
2012: 29).
Definisi Teknologi pembelajaran di atas mencirikan
perbedaan hakiki antara kepentingan Teknologi Pendidikan pada proses belajar
secara umum, sedangkan teknologi pembelajaran merujuk pada proses belajar yang
terarah dan terpantau, dalam cakupan yang lebih sempit atau khusus.
4. Rumusan
tahun 1994
“Istructional technology is the
theory and practice of design, development,
utilization, management, and evaluation of processes
and resources for learning”(Prawiradilaga, 2012: 29).
Definisi ini mengerucut dalam istilah yang digunakan
yaitu teknologi pembelajaran kemunculan istilah teori dan praktik, bermakna
mendalam. Teknologi pembelajaran menekankan adanya teori-teori yang memandu
para praktisi untuk berkiprah lebih baik dengan menerapkannya dalam kinerja
sehari-hari.
5. Rumusan
Tahun 2004
“Educational technology is the study
and ethical practice of facilitating learning and improving performance by
creating, using, and managing appropriate technology processes and
resources” (Prawiradilaga, 2012: 31).
- Belajar
dan kinerja merujuk pada upaya peningkatan mutu kemampuan seseorang (human
development) melalui jalur pendidikan formal, yaitu sekolah atau belajar serta
jalur pendidikan dalam organisasi atau profesi sebagai peningkatan kinerja
(performance improvement)
- Proses
teknologis dan sumber (technological processes and resources). Pendidikan dan
pembelajaran terkena pengaruh perubahan yang cepat karena kemunculan teknologi
digital dan jaringan global. Untuk itu, teknologi pembelajaran mengadopsi dan
mengadaptasi temuan mutakhir ini dalam proses belajar.
- Etika
dan Estetika mengarahkan teknolog pendidikan dan pembelajaran dapat berperilaku
profesional yang menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut dalam setiap kesempatan
berkarya.
6. Rumusan
Pakar Lain
Molenda dalam Prawiradilaga (2012: 36) mencoba
merumuskan teknologi pembelajaran, sebagai “Seni sekaligus ilmu (pengetahuan)
mengenai kegiatan merancang, memproduksi dan melaksanakannya dengan cara
ekonomis namun canggih, pemecahan masalah pembelajaran dalam bentuk media cetak
atau media pandang-dengar, kuliah, atau keseluruhan sistem pembelajaran yang
mengatur dan mempersiapkan proses belajar dengan efisien dan efektif”.
Gagne dalam Prawiradilaga (2012: 31) menyatakan,
“Teknologi pembelajaran menyangkut teknik praktis dari penyampaian pembelajaran
yang melibatkan penggunaan media. Tujuan utama bidang teknologi pembelajaran
adalah meningkatkan dan memperkenalkan penerapan pengetahuan tadi dan
memvalidasi prosedur dalam rancangan dan penyampaian pembelajaran”.
Gentry dalam Prawiradilaga (2012:
31) merumuskan Teknologi Pendidikan, sebagai The combination
of instructional, learning, developmental, managerial, and other technologies
as applied to the solution of educational problems. Gentry tidak
menyebutkan belajar sebagai inti dari teknologi pendidikan. Ia menyebutkan
secara tersirat, karena konteks teknologi pembelajaran ada di dalam teknologi
pendidikan.
Percival dan Ellington menyatakan bahwa belajar adalah
fokus dalam teknologi pendidikan.
2.Kawasan
Teknologi Pendidikan
Kawasan merupakan suatu realisasi dari definisi dari
bidang teknologi pembelajaran. Kawasan mewujudkan apa yang dapat dilakukan oleh
suatu disiplin ilmu agar disiplin tersebut mampu memberikan sumbangan langsung
dalam bentuk rumusan praktik yang dilakukan oleh para praktisi. Kawasan juga
berfungsi sebagai panduan para praktisi dan tenaga ahli untuk bergerak dalam
bidang yang dimaksud (Prawiradilaga, 2012: 43).
Selain itu, kawasan perlu dirumuskan berdasarkan
definisi yang sudah ada agar pembentukan profesi dan praktik menjadi lebih
mudah. Kawasan memberi penjelasan bagi para profesional dan praktisi mengenai
apa yang harus dan boleh dilakukan atau apa yang menjadi batasan perilaku dan
ruang lingkup pekerjaan dan layanan yang harus diselesaikan. Batasan perilaku
selanjutnya secara utuh disusun dalam kode etik keprofesian seperti yang
dimiliki oleh organisasi profesi tertentu. Hasil utuh tersebut akan
diselesaikan menjadi standar perilaku.
Rumusan kawasan yang dikembangkan dalam disiplin
teknologi pendidikan dan pembelajaran disiapkan melalui rumusan AECT tahun 1977
dan 1994. Kedua definisi tersebut menghasilkan kawasan sesuai dengan rumusan
definisi. Definisi sebelumnya, yaitu tahun 1963 dan 1972 tidak menhasilkan
kawasan. Pada masa tersebut, para ahli sedang berusaha “membentuk” konsep yang
lebih mendalam dan bermanfaat bagi perkembanagan disiplin Teknologi Pendidikan
Definisi tahun 2004 mempertegas posisi Teknologi
Pendidikan sekaligus teknologi pembelajaran yang menempatkan keduanya dalam
kajian belajar ataulearning. Kawasan ini lebih luas, yaitu kajian (the
study) atas apa yang sebelumnya telah dikerjakan, yaitu sejarah kemunculan
seutuhnya garapan dan kajian sejak masa kelahiran disiplin ini sampai dengan
masa kini yaitu era kreativitas abad ke-21. Terapan atau praktik beretika (ethical practice)
memandu setiap individu praktisi Teknologi Pendidikan untuk berkiprah sesuai
dengan yang dikemukakan pada kawasan dari definisi sebelumnya, dengan lebih
baik lagi.
2.2.1 Kawasan
AECT 1977
Tahun 1977 satuan tugas (satgas) dari AECT,
menghasilkan dua definisi, yang secara khusus membedakan antara Teknologi
Pendidikan dan Teknologi pembelajaran. Dengan demikian, tahun 1977 menghasilkan
dua definisi dan dua kawasan , Teknologi Pendidikan dan teknologi pembelajaran.
Sesuai dengan definisinya, rumusan kawasan ini
diproyeksikan lebih luas dan mendalam dibandingkan dengan kawasan teknologi
pembelajaran. Kawasan Teknologi Pendidikan menyangkut penyelenggaraan seluruh
aspek belajar manusia termsuk di dalam dan di luar sistem persekolahan. Kawasan
manajemen kependidikan mengelola dan mengatur seluruh fungsi yang ada di dalam
kawasan pengembangan serta memanfaatkan kedua kategori besar dari sumber
belajar yaitu sumber belajar yang dirancang dan dimanfaatkan. Sumber belajar
dari kawasan Teknologi pendidikan ini bukan hanya tersedia di kelas atau
sekolah, akan tetapi sumber belajar juga mencakup lokasi khusus yang tersedia di
masyarakat seperti museum, atau observatorium (Prawiradilaga, 2012: 44)
1. Teknologi
Pendidikan
2. Teknologi
Pembelajaran
Rumusan kawasan teknologi pembelajaran memiliki ruang
lingkup yang lebih sempit dalam dunia pendidikan dibandingkan dengan kawasan
Teknologi pendidikan. Kawasan teknologi pembelajaran tetap merujuk pada learning
is purposive and controlled. Pernyataan ini menjelaskan kedudukan
kawasan teknologi pembelajaran adalah di kelas. Sumber belajar berperan
langsung sebagai komponen sistem pembelajaran. Sumber belajar dalam kawasan
teknologi pembelajaran sengaja dirancang (by design) sesuai dengan
ungkapan istilahprestructured dan dimanfaatkan atau utilized. Sumber
belajar harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) dirancang-dimanfaatkan
yang disiapkan khusus yang berlandaskan kompetensi dan materi ajar; (b)
dipilih-dimanfaatkan yang sesuai dengan kompetensi dan materi ajar dari koleksi
yang sudah tersedia di sekolah (Prawiradilaga, 2012: 45).
|
|
|
|
2.2.2 Kawasan
AECT 1994
Definisi AECT tahun 1994 hanya menelurkan satu
definisi yaitu teknologi pembelajaran, kawasan yang dimunculkan pun hanya satu
yaitu kawasan teknologi pembelajaran. Namun dalam penjelasannya, definisi
tersebut berhasil memilah antara teori dan praktik. Teori yang disebut sebagai
rujukan dan acuan dari seluruh kegiatan terkait pembelajaran, sedangkan praktik
atau terapan menyediakan kesempatan untuk memvalidasi teori, selanjutnya teori
ini dapat dikaji ulang dan diperbaiki. Dengan demikian, terjadi simbiosis mutualisme
antara peran teori bagi terapan atau praktik dalam bidang teknologi
pembelajaran.
Proses dalam kawasan definisi ini adalah pekerjaan
yang tidak ada titik, atau tidak berhenti. Proses dilakukan terus-menerus,
seperti lingkaran. Proses sebagai pola pemikiran menelusuri sesuatu hal terkait
satu sama lain. Sedangkan sumber yang digunakan dari definisi mewakili produk
yang dapat ditawarkan oleh teknologi pembelajaran. Produk ini terkait dengan
kebendaan yang dihasilkan teknologi pembelajaran sebagai bidang garapan.
1. Kawasan
Desain
Desain didefinisikan sebagai “proses untuk menentukan
kondisi belajar” (Seels dan Richey, 1994: 32). Kawasan desain meliputi desain
sistem pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran, karakteristik peserta
didik. Tujuan desain adalah untuk menciptakan strategi dan produk pada tingkat
makro, seperti program dan kurikulum, dan pada tingkat mikro seperti pelajaran
dan modul.
a. Desain
Sistem Pembelajaran (DSI).
Desain system pembelajaran (DSI) adalah prosedur yang
teroganisasi yang meliputi langkah-langkah penganalisisan, perancangan,
pengembangan,pengaplikasian dan penilaian pembelajaran (Seels dan Richey,
1994: 33).Kata Desain mempunyai dua makna yaitu tingkat makro dan tingkat
mikro yang keduanya menunjukkan pendekatan sistem dan langkah pada
pendekatan sistem. Dalam terminologi sederhana, analisanya adalah proses
pada definisi apa yang harus dipelajari; desain adalah proses bagaimana
mengkhususkan bagaimana dipelajari; dikembangkan adalah proses memenulis dan
produksi materi pembelajaran, mengimplementasi penggunaan materi dan
strategi dalam konten yang aktual dan mengevaluasi proses penentuan kecukupan
materi. DSI secara umum merupakan prosedur linier dan berulang-ulang
dimana permintaan seksama dan konsisten. Karakter proses pada semua langkah
harus di lengkapi dalam hal untuk melayani sebagai pemeriksaaan dan
keseimbangan satu sama lain. Pada DSIproses sangat penting sama seperti
produk karena kepercayaan produk berlandasakan pada proses (Seels dan
Richey, 1994: 33).
b. Desain
Pesan.
Desain pesan meliputi “perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari
pesan” (Grabowski dalam Seels dan Richey, 1994: 33). Desain pesan
berkaitan dengan hal-hal mikro, mengenai bahan visual, urutan, halaman, dan
layar secara terpisah. Desain pesain bersifat spesifik, baik tentang media
maupun tugas belajarnya. (Prawiradilaga, 2012: 49).
c. Strategi
Pembelajaran.
Strategi pembelajaran adalah spesifikasi untuk manyeleksi serta mengurutkan
peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pelajaran
(Seels dan Richey, 1994: 34). Pengaplikasian suatu strategi pembelajaran
tergantung pada situasi belajar, sifat materi, dan jenis belajar yang
dikehendaki(Prawiradilaga, 2012: 49).
d. Karekteristik
Peserta Didik
Karakteristik peserta didik adalah aspek latar belakang pengalaman peserta
didik yang berpengaruh terhadap efektifitas proses belajarnya, mencakup keadaan
sosio-psiko-fisik peserta didik.
Kecenderungan dan Permasalahan dalam kawasan desain berpusat pada
penggunaan desain sistem pembelajaran yang tradisional, aplikasi teori belajar
dalam desain, dan pengaruh teknologi baru pada proses penyusunan desain.
2. Kawasan
Pengembangan.
Pengembangan didefinisikan sebagai proses penterjemah
spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik (Seels dan Richey, 1994: 38). Kawasan
pengembangan meliputi teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi
berbasis komputer, dan teknologi terpadu. Kawasan pengembangan berorientasi
pada produksi media
pembelajaran yang kisi-kisi modelnyadihasilkan dari kawasan desain.
a. Teknologi
Cetak
Teknologi cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan,
seperti buku-buku dan bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui
proses pencetakan mekanis atau fotografis. Dua komponen utama teknologi cetak
adalah teks (verbal) dan bahan visual.
b. Teknologi
Audiovisual
Teknologi Audiovisual merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan
dengan menggunakan peralatan mekanis dan elektronis untuk menyajikan
pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran audiovisual memproduksi dan
memanfaatkan bahan yang menyangkut pembelajaran melalui penglihatan dan
pendengaran yang secara eksklusif tidak selalu harus tergantung kepada
pemahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis.
c. Teknologi
Berbasis Komputer
Teknologi Berbasis Komputer merupakan cara-cara memproduksi dan
menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikro
prosesor. Teknologi ini menggunakan teknologi digital, dengan monitor sebagai
tumpuan penyajian pesan kepada peserta didik.
d. Teknologi
Terpadu
Teknologi Terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan
dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer. Komputer
dengan memori besar, menyediakan pemutar video, monitor dengan resolusi tinggi,
jaringan yang lancar, sangat membantu terlaksananya pemanfaatan teknologi
terpadu ini.
Kecenderungan dan permasalahan teknologi cetak dan
audiovisual mencakup peningkatan perhatian terhadap desain teks, kerumitan
visual serta penggunaan isyarat warna (Berry dalam Seels dan Richey, 1994: 44).
Kecenderungan dan permasalahan teknologi komputer dan terpadu terletak pada
tantangan mendesain teknologi interaktif, penerapan konstruktivisme dan teori
belajar sosial, sistem pakar dan otomisasi peralatan pengembangan, serta
aplikasi untuk belajar jarak jauh.
3. Kawasan
Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan
sumber untuk belajar. Kawasan pemanfaatan sering terkena “imbas” kemajuan teknologi
dan kebijakannya. Banyak pihak yang memiliki ide untuk memanfaatkan apa pun
teknologi untuk dunia pendidikan. Padahal, prosedur pemanfaatan memerlukan
rangkaian kegiatan yang panjang, proses yang memerlukan kerja keras dan kerja
sama pihak terkait, guru, pemerintah, pelaksana di lapangan dan lainnya.
Kawasan pemanfaatan meliputi pemanfaatan media, difusi inovasi, implementasi
dan institusionalisasi, dan kebijakan dan regilasi.
a. Pemanfaatan
Media
Pemanfaatan media ialah penggunaan yang sistematis dari sumber untuk
belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan
berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran, dalam hal ini, urutan,
karakteristik peserta didik, lingkungan belajar merupakan beberapa aspek yang
harus diperhatikan.
b. Difusi
Inovasi
Difusi Inovasi adalah proses berkomunikasi melalui strategi yang terencana
dengan tujuan untuk diadopsi. Tujuan difusi inovasi ini adalah agar suatu
medium dapat diterima dan digunakan dalam pembelajaran sehari-hari, tanpa ada
keterpaksaan dari pihak manapun. Komunikasi yang mulus menjadi kunci dari suatu
difusi, dampaknya adalah perubahan, atau penerimaan suatu inovasi.
c. Implementasi
dan Pelembagaan
Implementasi adalah penggunaan bahan dan strategi
pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya bukan tersimulasikan. Pelembagaan
adalah penggunaan secara rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam
suatu struktur atau budaya organisasi. Tujuan dari implementasi adalah menjamin
penggunaan yang benar oleh individu dalam oraganisasi. Tujuan dari pelembagaan adalah
untuk mengintregasikan inovasi dalam struktur dan kehidupan organisasi.
d. Kebijakan
dan Regulasi
Kebijakan dan Regulasi adalah aturan dan tindakan dari masyarakat atau
wakilnya yang mempengaruhi difusi atau penyebaran dan penggunaan teknologi
pembelajaran. Kebijakan dan peraturan biasanya dihambat oleh permasalahan etika
dan ekonomi.
Kecenderungan dan permasalahan dalam kawasan
pemanfaatan umumnya berkisar pada kebijakan dan peraturan yang mempengaruhi
penggunaan, difusi, implementasi dan pelembagaan. Masalah lain yang berhubungan
dengan kawasan ini adalah bagaimana gerakan restrukturisasi sekolah dapat
mempengaruhi penggunaan sumber belajar. Pertumbuhan yang pesat dari bahan dan
sistem berasaskan komputer telah meningkatkan resiko politik dan ekonomi bagi
yang akan mengadakan adopsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan
diantaranya adalah; sikap pembelajar terhadap teknologi, tingkat independensi
pembelajar, dan faktor lain yang dapat menghambat dan mendukung media dan
materi pembelajaran dalam konteks yang lebih luas.
4. Kawasan
Pengelolaan
Pengelolaan adalah bagian integral dan sering dihadapi
oleh para teknolog pendidikan. Pengelolaan meliputi pengendalian teknologi
pembelajaran melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan
supervisi. Kerumitan Pengelolaan akan semakin meningkat dengan dengan
membesarnya usaha sebuah sekolah kacil menjadi besar (Seels dan Richey,
1994: 54)
Pekerjaan pengelolaan dimulai dari administrasi pusat
media,program media, dan pelayanan pemanfaatan media. Pengelolaan meliputi:
a. Pengelolaan
Proyek.
Pengelolaan proyek meliputi perencanaan, monitoring dan pengendalian proyek
desain dan pengembangan suatu produk pembelajaran tertentu (Seels dan Richey,
1994: 55).
b. Pengelolaan
Sumber
Pengelolaan Sumber mencakup perencanaan, pemantauan, dan pengendalian
sistem pendukung dan pelayanan sumber. Biasanya mengatur bagaimana memanfaatkan
dengan optimal sumber yang ada (Seels dan Richey, 1994: 55).
c. Pengelolaan
Sistem Penyampaian
Pengelolaan Sistem Penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan,
pengendalian “ cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan
... hal tersebut merupakan suatu gabungan medium dan cara penggunaan
yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada peserta didik
(Ellington dan Harris, dalam Seels dan Richey, 1994: 56).
d. Pengelolaan
Informasi
Pengelolaan Informasi meliputi perencanaan, pemantauan, dan pengendalian
cara penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi
dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar (Seels dan Richey, 1994:
56).
5. Kawasan
Penilaian
Penilaian adalah kegiatan untuk mengkaji serta memperbaiki suatu produk
atau program (Prawiradilaga, 2012: 54). Perbaikan dilakukan berdasarkan masukan
atau informasi yang diterima. Masih banyak pihak yang melakukan evaluasi
belajar dengan cara membandingkan kemampuan seorang peserta didik dengan
temannya, seharusnya penilaian yang diharapkan adalah merujuk pada tujuan
pembelajaran. Kawasan penilaian meliputi analisis masalah, pengukuran acuan
patokan, dan penilaian formatif dan sumatif.
a. Analisis
Masalah.
Analisis masalah Termasuk penentuan sifat dan parameter masalah dengan
menggunakan pengumpulan-informasi dan pengambilan keputusan strategi. Dalam
membuat keputusan. Dengan demikian upaya evaluasi termasuk identifikasi
kebutuhan untuk menentukan sejauh mana masalah dapat dikelaskan sebagai
pembelajaran, mengindetifikasi kendala, sumber daya,karakteristik peserta didik, dan menentukan tujuan dan
prioritas (Seels dan Glasgow dalam Seels dan Richey, 1994: 61).
b. Pengukuran
Acuan-Patokan (Criterion-Referenced Measurement).
Kriteria pengukuran penilaian melibatkan teknik untuk menentukan
penguasaan materi pelajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Kriteria
referensi penilaian menyediakan informasi tentang penguasaan seseorang terhadap
pengetahuan, sikap dan keterampilan relatif terhadap tujuan. Kesuksesan
pada kriteria referensi penilalan sering berpedoman pada dapat melakukan
suatu kompetensi tertentu.
c. Penilaian
Formatif dan Sumatif.
Evaluasi Formatif melibatkan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan
menggunakan informasi ini sebagai dasar untuk pengembangan lebih lanjut.
Evaluasi sumatif melibatkan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan
menggunakan informasi ini untuk membuat keputusan tentang pemanfaatan. Metode
evaluasi sumatif dan formatif berbeda. Evaluasi formatif tegantug pada teknis
(isi) review dan tutorial, uji coba kelomok kecil atau besar. Metode
pengumpulan data biasanya informal seperti observasi, wawancara dan test
pendek. Evaluasi sumatif dalam bentuk lain membutuhkan prosedur lebih formal
dan metode pengumpulan data. Evaluasi sumatif biasanya studi perbandingan
kelompok dalam desain quasi eksperimen. Keduanya evaluasi formatif dan suamtif
membutuhkan pertimbangan perhatian untuk menyeimbangkan penilaian kualitatif
dan kuantitatif (Seels dan Richey, 1994: 62).
Kecenderungan dan Permasalahan penilaian kebutuhan
yang semula berorientasi pada perilaku dengan menitikberatkan pada data kinerja
dan penjabaran materi/isi jadi bagian-bagian yang lebih kecil. Akan tetapi,
penekanan pada pengaruh konteks belajar yang sekarang memberi orientasi kognitif
kadang-kadang orientasi kontruktivis, pada proses penilaian kebutuhan.
2.2.3 Kawasan
AECT 2004
Hasil analisis kawasan AECT tahun 2004 tidak dibahas
dengan nyata, melainkan hanya berupa paparan yang melekat pada definisi itu
sendiri. Kekhasan definisi tersebut ada pada istilah study (kajian)
serta ethical practice (terapan atau praktik beretika). Kedua
hal ini mengatur perilaku para teknolog pembelajarn, profesional, dan praktisi
untuk berperilaku dengan baik. Rujukan mengenai apa yang dikaji, digarap, atau
dikerjakan dirumpun dalam istilah learning atau belajar dan performance atau
kinerja. Kedua aspek ini menegaskan inti dari pekerjaan atau karya teknolog
pembelajaran sebaiknya berada dalam cakupan belajar dan kinerja.
Tugas teknolog pendidikan dan atau
teknolog pembelajaran:
a. Study (Kajian).
Istilah study atau kajian dimunculkan sebenarnya
melanjutkan tugas dan fungsi seorang teknolog pendidikan/ pembelajaranuntuk
melanjutkan apa yang sudah dilakukan dalam kerangka definisi tahun 1994, yaitu
pelaksanaan penelitian dalam teknologi pendidikan/ pembelajaran. Kewajiban
seorang teknolog pembelajaran untuk mendalami teknologi pembelajaran serta
meningkatkan potensinya sebagai suatu disiplin ilmu adalah bagian integral.
Imbauan dari study (kajian) adalah agar para teknolog
pembelajaran terus-menerus mengembangkan ilmu teknologi pendidikan/
pembelajaran melalui penelitian dan pemikiran diri yang reflektif
(Prawiradilaga, 2012: 57).
b. Ethical
Practice (Praktik atau Terapan Beretika)
Etika menjadi sesuatu yang rentan tatkala berkaitan dengan dunia maya. Penghargaan
terhadap karya dan kreativitas orang lain, pengakuan terhadap keberadaan dan
kebenaran menjadi bagian dari etika dalam teknologi pendidikan. Etika
sesungguhnya bukan hanya mengenai aturan main, atau landasan hukum. Etika
adalah norma yang berlaku di masyarakat beradab. Etika sebaiknya diperhatikan
karena hal ini menjadi tantangan serius seiring dengan kemajuan teknologi
berbasis internet. AECT merumuskan etika yang dimaksud adlaha perilaku para
ilmuwan, praktisi, atau teknolog pembelajaran terhadap seseorang, masyarakat,
dan diri sendiri. Aturan yang terangkum dalam kode etik bukanlah aturan yang
memasung, melainkan aturan yang harus dipahami dan dijalankan demi terciptanya
iklim saling menghormati satu sama lain dalam ranah teknologi pendidikan/
pembelajaran (Prawiradilaga, 2012: 57).
Lingkup Kerja atau kawasan:
a. Learning (Belajar)
Istilah Learning (belajar) bukan hanya meghafal,
mengingat, tetapi belajar
dimaksudkan adalah bagaimana seseorang mampu mengembangkan diri berdasarkan
persepsinya terhadap apa yang ia pelajari, lingkungan, dan masyarakat di mana
ia berada, mewujudkan impiannya, dan lainnya. Belajar sebagai kawasan teknologi
pendidikan melingkupi kerja dan karya para teknolog pendidikan dan pembelajaran
(Prawiradilaga, 2012: 58).
b. Performance (Kinerja)
Kinerja menegaskan adanya kemampuan seseorang setelah dinyatakan menguasai
tujuan pembelajaran, ia pun mampu menerapkan dalam dunia nyata. Makna kedua
dari kinerja adalah teknologi pendidikan menciptakan lingkungan atau perangkat
kerja serta gagasan bagi peserta didik, guru, atau desainer untuk berkarya atau
membuktikan jenjang kemampuan penguasaan pengetahuan tadi yang diperoleh
melalui proses belajar (Prawiradilaga, 2012: 58).
2.2.4 Kawasan
Pakar Lain
a. Kawasan
Menurut Reiser dan Dempsey
Kawasan yang dirimuskan oleh Reiser dan Dempsey berbeda dari AECT. Kawasan
yang mereka rumuskan yakni kawasan teknologi pembelajaran dan kawasan desain
pembelajaran.
Konteks Teknologi pembelajaran menurut Reiser dan Dempsey, et al., (dalam
Prawiradilaga, 2012: 59) bahwa kemajuan teknologi serta inovasi secara umum
berdampak langsung terhadpa kawasan teknologi pembelajaran. Mereka tidak hanya
melakukan pendekatan kepada praktisi yang berlatar belakang keilmuan teknologi
pembelajaran namun kepada non-pembelajaran juga. Tugas teknolog pembelajaran
adalah menemukan pemecahan masalah atau menentukan teknik peningkatan kinerja
itu sendiri sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan situasi bekerja
(Prawiradilaga, 2012: 58).
Konteks Desain pembelajaran yang melekat pada teknologi pembelajaran
mengatur alur berpikir seorang teknolog pembelajaran dalam memecahkan masalah
peningkatan kinerja. Salah satunya melakukan pendekatan dengan prinsip ADDIE
(analysis, design, develop, implement, and evaluate).
b. Kawasan
menurut Davies (1978)
Davies menumuskan teknologi pendidikan sesuai dengan gejala pendidikan yang
telah beliau amati. Tiga rumusan pendekatan yang berhubungan dengan kawsan dan
bidang garapan teknologi pendidikan yakni pendekatan perangkat keras (hardware),
pendekatan perangkat lunak (software), dan perpaduan keduanya.
1. Pendekatan
Perangkat Keras. Guru dalam hal ini hendaknya memanfaatkan penggunaan perangkat
keras. Hal ini dimaksudkan agar terjadi proses otomatisasi atau proses
mekanistik dalam kegiatan pembelajaran. Perangkat keras dimanfaatkan untuk
menyebarkan materi ajar, mereproduksi materi, dan lainnya. Namun semua upaya
tersebut harus tetap mengacu pada efektivitas pembiayaan, terutama pembiayaan
dari siswa.
2. Pendekatan
Perangkat Lunak. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan belajar
siswa dan perilakunya.
3. Pendekatan
Perpaduan Perangkat Keras dan Perangkat Lunak. Kerangka pendekatan
ini berada pada lingkup sistem (system boundary) dengan mencermati
seluruh faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran diantaranya
siswa (motivasi belajar serta kemampuan akademiknya), guru, lingkungan sekolah,
materi atau kurikulum, serta tujuan belajarnya. Sehingga pendekatan ini dirasakan
lebih manusiawi serta integratif dengan kondisi pembelajaran sehari-hari.