Monday, October 26, 2015

KAWASAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Rumusan Teknologi Pendidikan
Teknologi Pendidikan telah beberapa kali dirumuskan bersama oleh para pakar yang tergabung dalam organisasi tertua Teknologi Pendidikan AECT. Mereka terus berupaya untuk terus mengembangkan dan memperbaiki (dalam kurun waktu tertentu). Rumusan konsep Teknologi Pendidikan dikelompokkan menjadi 2, yaitu AECT serta rumusan yang diajukan oleh pakar lain.

Association for Educational Communication and Technology (AECT)
1.        Rumusan tahun 1963
Menurut Reiser dalam (Prawiradilaga, 2012: 26) definisi ini dirumuskan oleh Departement of Audiovisual Instruction (Cikal bakal organisasi AECT). Rumusan tersebut berbunyi, “The design and use of messages which control learning process”.
Rumusan tahun 1963 sangat sederhana dan singkat, namun bermakna dalam. Inti Teknologi Pendidikan dalam definisi ini adalah pesan atau materi ajar yang disampaikan oleh pengajar ke peserta didik. Dalam hal ini belajar dan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik tergantung dari materi tersebut. agar materi ajar tersebut dapat di cerna dengan baik, dua proses yang harus dilakukan adalah merancang materi ajar tersebut, kemudian memanfaatkan materi tersebut bagi proses belajar. Istilah to control dalam hal ini menunjukkan bahwa belajar berada dalam “Kendali” seorang pengajar. Dengan demikian, poros proses belajar mengajar berfokus pada pengajar, atau yang disebut dengan paradigma mengajar (Prawiradilaga, 2012: 26).
2.        Rumusan tahun 1972
AECT menyatakan bahwa Teknologi Pendidikan adalah bidang garapan, atau suatu profesi berkaitan dengan penyelenggaraan yang sistematis dari suatu proses belajar, pada jenjang apapun juga. Terkait dengan bidang garapan, maka definisi menunjuk adanya kegiatan tertentu seperti pengelolaan atau produksi sumber-sumber belajar, diman sekarang ini sumber belajar biasanya dikonotasikan dengan media pembelajaran (Prawiradilaga, 2012: 27).
3.        Rumusan tahun 1977
AECT mendefinisikan Teknologi Pendidikan dan Teknologi Pembelajaran definisi tersebut berbunyi sebagai berikut. “Education technology is a complex, integrated process involving people, procedures, ideas, devices, and organization, for analyzing problems and devising, implementing, evaluating, and managing solution to those problems, involved in all aspects of human learning”(Prawiradilaga, 2012: 287).
Process, solution dan learning menunjukkan inti dari Teknologi pendidikan yang berporos dari proses belajar. Teknologi pendidikan memecahkan masalah belajar dan bekerja sebagai proses. Adapun proses itu sendiri merupakan kegiatan yang tidak berawal dan tidak berakhir.
“Instructional technology is a sub-set of educational technology, bassed on the concept that instruction is a sub-set of education. Instructional is a complex process involving people, procedure, ideas, devices, and organization and managing solutions to those problems, in situasion in which learning is purposive and controlled” (Prawiradilaga, 2012: 29).
Definisi Teknologi pembelajaran di atas mencirikan perbedaan hakiki antara kepentingan Teknologi Pendidikan pada proses belajar secara umum, sedangkan teknologi pembelajaran merujuk pada proses belajar yang terarah dan terpantau, dalam cakupan yang lebih sempit atau khusus.
4.        Rumusan tahun 1994
“Istructional technology is the theory and practice of design, development,
utilization, management, and evaluation of processes and resources for learning”(Prawiradilaga, 2012: 29).
Definisi ini mengerucut dalam istilah yang digunakan yaitu teknologi pembelajaran kemunculan istilah teori dan praktik, bermakna mendalam. Teknologi pembelajaran menekankan adanya teori-teori yang memandu para praktisi untuk berkiprah lebih baik dengan menerapkannya dalam kinerja sehari-hari.
5.        Rumusan Tahun 2004
“Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technology processes and resources” (Prawiradilaga, 2012: 31).
-       Belajar dan kinerja merujuk pada upaya peningkatan mutu kemampuan seseorang (human development) melalui jalur pendidikan formal, yaitu sekolah atau belajar serta jalur pendidikan dalam organisasi atau profesi sebagai peningkatan kinerja (performance improvement)
-       Proses teknologis dan sumber (technological processes and resources). Pendidikan dan pembelajaran terkena pengaruh perubahan yang cepat karena kemunculan teknologi digital dan jaringan global. Untuk itu, teknologi pembelajaran mengadopsi dan mengadaptasi temuan mutakhir ini dalam proses belajar.
-       Etika dan Estetika mengarahkan teknolog pendidikan dan pembelajaran dapat berperilaku profesional yang menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut dalam setiap kesempatan berkarya.
6.        Rumusan Pakar Lain
Molenda dalam Prawiradilaga (2012: 36) mencoba merumuskan teknologi pembelajaran, sebagai “Seni sekaligus ilmu (pengetahuan) mengenai kegiatan merancang, memproduksi dan melaksanakannya dengan cara ekonomis namun canggih, pemecahan masalah pembelajaran dalam bentuk media cetak atau media pandang-dengar, kuliah, atau keseluruhan sistem pembelajaran yang mengatur dan mempersiapkan proses belajar dengan efisien dan efektif”.
Gagne dalam Prawiradilaga (2012: 31) menyatakan, “Teknologi pembelajaran menyangkut teknik praktis dari penyampaian pembelajaran yang melibatkan penggunaan media. Tujuan utama bidang teknologi pembelajaran adalah meningkatkan dan memperkenalkan penerapan pengetahuan tadi dan memvalidasi prosedur dalam rancangan dan penyampaian pembelajaran”.
Gentry dalam Prawiradilaga (2012: 31)  merumuskan Teknologi Pendidikan, sebagai The combination of instructional, learning, developmental, managerial, and other technologies as applied to the solution of educational problems. Gentry tidak menyebutkan belajar sebagai inti dari teknologi pendidikan. Ia menyebutkan secara tersirat, karena konteks teknologi pembelajaran ada di dalam teknologi pendidikan.
Percival dan Ellington menyatakan bahwa belajar adalah fokus dalam teknologi pendidikan.

2.Kawasan Teknologi Pendidikan
Kawasan merupakan suatu realisasi dari definisi dari bidang teknologi pembelajaran. Kawasan mewujudkan apa yang dapat dilakukan oleh suatu disiplin ilmu agar disiplin tersebut mampu memberikan sumbangan langsung dalam bentuk rumusan praktik yang dilakukan oleh para praktisi. Kawasan juga berfungsi sebagai panduan para praktisi dan tenaga ahli untuk bergerak dalam bidang yang dimaksud (Prawiradilaga, 2012: 43).
Selain itu, kawasan perlu dirumuskan berdasarkan definisi yang sudah ada agar pembentukan profesi dan praktik menjadi lebih mudah. Kawasan memberi penjelasan bagi para profesional dan praktisi mengenai apa yang harus dan boleh dilakukan atau apa yang menjadi batasan perilaku dan ruang lingkup pekerjaan dan layanan yang harus diselesaikan. Batasan perilaku selanjutnya secara utuh disusun dalam kode etik keprofesian seperti yang dimiliki oleh organisasi profesi tertentu. Hasil utuh tersebut akan diselesaikan menjadi standar perilaku.
Rumusan kawasan yang dikembangkan dalam disiplin teknologi pendidikan dan pembelajaran disiapkan melalui rumusan AECT tahun 1977 dan 1994. Kedua definisi tersebut menghasilkan kawasan sesuai dengan rumusan definisi. Definisi sebelumnya, yaitu tahun 1963 dan 1972 tidak menhasilkan kawasan. Pada masa tersebut, para ahli sedang berusaha “membentuk” konsep yang lebih mendalam dan bermanfaat bagi perkembanagan disiplin Teknologi Pendidikan
Definisi tahun 2004 mempertegas posisi Teknologi Pendidikan sekaligus teknologi pembelajaran yang menempatkan keduanya dalam kajian belajar ataulearning. Kawasan ini lebih luas, yaitu kajian (the study) atas apa yang sebelumnya telah dikerjakan, yaitu sejarah kemunculan seutuhnya garapan dan kajian sejak masa kelahiran disiplin ini sampai dengan masa kini yaitu era kreativitas abad ke-21. Terapan atau praktik beretika (ethical practice) memandu setiap individu praktisi Teknologi Pendidikan untuk berkiprah sesuai dengan yang dikemukakan pada kawasan dari definisi sebelumnya, dengan lebih baik lagi.

2.2.1        Kawasan AECT 1977
Tahun 1977 satuan tugas (satgas) dari AECT, menghasilkan dua definisi, yang secara khusus membedakan antara Teknologi Pendidikan dan Teknologi pembelajaran. Dengan demikian, tahun 1977 menghasilkan dua definisi dan dua kawasan , Teknologi Pendidikan dan teknologi pembelajaran.
Sesuai dengan definisinya, rumusan kawasan ini diproyeksikan lebih luas dan mendalam dibandingkan dengan kawasan teknologi pembelajaran. Kawasan Teknologi Pendidikan menyangkut penyelenggaraan seluruh aspek belajar manusia termsuk di dalam dan di luar sistem persekolahan. Kawasan manajemen kependidikan mengelola dan mengatur seluruh fungsi yang ada di dalam kawasan pengembangan serta memanfaatkan kedua kategori besar dari sumber belajar yaitu sumber belajar yang dirancang dan dimanfaatkan. Sumber belajar dari kawasan Teknologi pendidikan ini bukan hanya tersedia di kelas atau sekolah, akan tetapi sumber belajar juga mencakup lokasi khusus yang tersedia di masyarakat seperti museum, atau observatorium (Prawiradilaga, 2012: 44)
1.        Teknologi Pendidikan
2.    Teknologi Pembelajaran 
Rumusan kawasan teknologi pembelajaran memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dalam dunia pendidikan dibandingkan dengan kawasan Teknologi pendidikan. Kawasan teknologi pembelajaran tetap merujuk pada learning is purposive and controlled. Pernyataan ini menjelaskan kedudukan kawasan teknologi pembelajaran adalah di kelas. Sumber belajar berperan langsung sebagai komponen sistem pembelajaran. Sumber belajar dalam kawasan teknologi pembelajaran sengaja dirancang (by design) sesuai dengan ungkapan istilahprestructured dan dimanfaatkan atau utilized. Sumber belajar harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) dirancang-dimanfaatkan yang disiapkan khusus yang berlandaskan kompetensi dan materi ajar; (b) dipilih-dimanfaatkan yang sesuai dengan kompetensi dan materi ajar dari koleksi yang sudah tersedia di sekolah (Prawiradilaga, 2012: 45).




2.2.2        Kawasan AECT 1994
Definisi AECT tahun 1994 hanya menelurkan satu definisi yaitu teknologi pembelajaran, kawasan yang dimunculkan pun hanya satu yaitu kawasan teknologi pembelajaran. Namun dalam penjelasannya, definisi tersebut berhasil memilah antara teori dan praktik. Teori yang disebut sebagai rujukan dan acuan dari seluruh kegiatan terkait pembelajaran, sedangkan praktik atau terapan menyediakan kesempatan untuk memvalidasi teori, selanjutnya teori ini dapat dikaji ulang dan diperbaiki. Dengan demikian, terjadi simbiosis mutualisme antara peran teori bagi terapan atau praktik dalam bidang teknologi pembelajaran.
Proses dalam kawasan definisi ini adalah pekerjaan yang tidak ada titik, atau tidak berhenti. Proses dilakukan terus-menerus, seperti lingkaran. Proses sebagai pola pemikiran menelusuri sesuatu hal terkait satu sama lain. Sedangkan sumber yang digunakan dari definisi mewakili produk yang dapat ditawarkan oleh teknologi pembelajaran. Produk ini terkait dengan kebendaan yang dihasilkan teknologi pembelajaran sebagai bidang garapan.

1.        Kawasan Desain
Desain didefinisikan sebagai “proses untuk menentukan kondisi belajar” (Seels dan Richey, 1994: 32). Kawasan desain meliputi desain sistem pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran, karakteristik peserta didik. Tujuan desain adalah untuk menciptakan strategi dan produk pada tingkat makro, seperti program dan kurikulum, dan pada tingkat mikro seperti pelajaran dan modul.
a.        Desain Sistem Pembelajaran (DSI).
Desain system pembelajaran (DSI) adalah prosedur  yang teroganisasi yang meliputi langkah-langkah penganalisisan, perancangan, pengembangan,pengaplikasian dan penilaian pembelajaran (Seels dan Richey, 1994: 33).Kata Desain mempunyai dua makna yaitu tingkat makro dan tingkat mikro yang keduanya menunjukkan pendekatan sistem dan langkah pada pendekatan sistem. Dalam terminologi sederhana, analisanya adalah proses pada definisi apa yang harus dipelajari; desain adalah proses bagaimana mengkhususkan bagaimana dipelajari; dikembangkan adalah proses memenulis dan produksi materi pembelajaran, mengimplementasi penggunaan materi  dan strategi dalam konten yang aktual dan mengevaluasi proses penentuan kecukupan materi. DSI secara umum merupakan prosedur linier dan berulang-ulang dimana permintaan seksama dan konsisten. Karakter proses pada semua langkah harus di lengkapi dalam hal untuk melayani sebagai pemeriksaaan dan keseimbangan satu sama lain. Pada DSIproses sangat penting sama seperti produk karena kepercayaan produk berlandasakan pada proses (Seels dan Richey, 1994: 33).
b.        Desain Pesan.
Desain pesan meliputi “perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan” (Grabowski dalam Seels dan Richey, 1994: 33). Desain pesan berkaitan dengan hal-hal mikro, mengenai bahan visual, urutan, halaman, dan layar secara terpisah. Desain pesain bersifat spesifik, baik tentang media maupun tugas belajarnya. (Prawiradilaga, 2012: 49).
c.         Strategi Pembelajaran.
Strategi pembelajaran adalah spesifikasi untuk manyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar  atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pelajaran (Seels dan Richey, 1994: 34). Pengaplikasian suatu strategi pembelajaran tergantung pada situasi belajar, sifat materi, dan jenis belajar yang dikehendaki(Prawiradilaga, 2012: 49).
d.        Karekteristik Peserta Didik
Karakteristik peserta didik adalah aspek latar belakang pengalaman peserta didik yang berpengaruh terhadap efektifitas proses belajarnya, mencakup keadaan sosio-psiko-fisik peserta didik.
Kecenderungan dan Permasalahan dalam kawasan desain berpusat pada penggunaan desain sistem pembelajaran yang tradisional, aplikasi teori belajar dalam desain, dan pengaruh teknologi baru pada proses penyusunan desain.

2.        Kawasan Pengembangan.
Pengembangan didefinisikan sebagai proses penterjemah spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik (Seels dan Richey, 1994: 38). Kawasan pengembangan meliputi teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berbasis komputer, dan teknologi terpadu. Kawasan pengembangan berorientasi pada produksi media
pembelajaran yang kisi-kisi modelnyadihasilkan dari kawasan desain.
a.        Teknologi Cetak
Teknologi cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan,
seperti buku-buku dan bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis. Dua komponen utama teknologi cetak adalah teks (verbal) dan bahan visual.
b.        Teknologi Audiovisual
Teknologi Audiovisual merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran audiovisual memproduksi dan memanfaatkan bahan yang menyangkut pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran yang secara eksklusif tidak selalu harus tergantung kepada pemahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis.
c.         Teknologi Berbasis Komputer
Teknologi Berbasis Komputer merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikro prosesor. Teknologi ini menggunakan teknologi digital, dengan monitor sebagai tumpuan penyajian pesan kepada peserta didik.
d.        Teknologi Terpadu
Teknologi Terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer. Komputer dengan memori besar, menyediakan pemutar video, monitor dengan resolusi tinggi, jaringan yang lancar, sangat membantu terlaksananya pemanfaatan teknologi terpadu ini.
Kecenderungan dan permasalahan teknologi cetak dan audiovisual mencakup peningkatan perhatian terhadap desain teks, kerumitan visual serta penggunaan isyarat warna (Berry dalam Seels dan Richey, 1994: 44). Kecenderungan dan permasalahan teknologi komputer dan terpadu terletak pada tantangan mendesain teknologi interaktif, penerapan konstruktivisme dan teori belajar sosial, sistem pakar dan otomisasi peralatan pengembangan, serta aplikasi untuk belajar jarak jauh.

3.        Kawasan Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Kawasan pemanfaatan sering terkena “imbas” kemajuan teknologi dan kebijakannya. Banyak pihak yang memiliki ide untuk memanfaatkan apa pun teknologi untuk dunia pendidikan. Padahal, prosedur pemanfaatan memerlukan rangkaian kegiatan yang panjang, proses yang memerlukan kerja keras dan kerja sama pihak terkait, guru, pemerintah, pelaksana di lapangan dan lainnya. Kawasan pemanfaatan meliputi pemanfaatan media, difusi inovasi, implementasi dan institusionalisasi, dan kebijakan dan regilasi.
a.        Pemanfaatan Media
Pemanfaatan media ialah penggunaan yang sistematis dari sumber untuk
belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran, dalam hal ini, urutan, karakteristik peserta didik, lingkungan belajar merupakan beberapa aspek yang harus diperhatikan.
b.        Difusi Inovasi
Difusi Inovasi adalah proses berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi. Tujuan difusi inovasi ini adalah agar suatu medium dapat diterima dan digunakan dalam pembelajaran sehari-hari, tanpa ada keterpaksaan dari pihak manapun. Komunikasi yang mulus menjadi kunci dari suatu difusi, dampaknya adalah perubahan, atau penerimaan suatu inovasi.
c.         Implementasi dan Pelembagaan
Implementasi adalah penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya bukan tersimulasikan. Pelembagaan adalah penggunaan secara rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi. Tujuan dari implementasi adalah menjamin penggunaan yang benar oleh individu dalam oraganisasi. Tujuan dari pelembagaan adalah untuk mengintregasikan inovasi dalam struktur dan kehidupan organisasi.
d.        Kebijakan dan Regulasi
Kebijakan dan Regulasi adalah aturan dan tindakan dari masyarakat atau wakilnya yang mempengaruhi difusi atau penyebaran dan penggunaan teknologi pembelajaran. Kebijakan dan peraturan biasanya dihambat oleh permasalahan etika dan ekonomi.
Kecenderungan dan permasalahan dalam kawasan pemanfaatan umumnya berkisar pada kebijakan dan peraturan yang mempengaruhi penggunaan, difusi, implementasi dan pelembagaan. Masalah lain yang berhubungan dengan kawasan ini adalah bagaimana gerakan restrukturisasi sekolah dapat mempengaruhi penggunaan sumber belajar. Pertumbuhan yang pesat dari bahan dan sistem berasaskan komputer telah meningkatkan resiko politik dan ekonomi bagi yang akan mengadakan adopsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan diantaranya adalah; sikap pembelajar terhadap teknologi, tingkat independensi pembelajar, dan faktor lain yang dapat menghambat dan mendukung media dan materi pembelajaran dalam konteks yang lebih luas.

4.        Kawasan Pengelolaan
Pengelolaan adalah bagian integral dan sering dihadapi oleh para teknolog pendidikan. Pengelolaan meliputi pengendalian teknologi pembelajaran melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Kerumitan Pengelolaan akan semakin meningkat dengan dengan membesarnya usaha sebuah sekolah kacil menjadi besar (Seels dan Richey, 1994: 54)
Pekerjaan pengelolaan dimulai dari administrasi pusat media,program media, dan pelayanan pemanfaatan media. Pengelolaan meliputi:
a.        Pengelolaan Proyek.
Pengelolaan proyek meliputi perencanaan, monitoring dan pengendalian proyek desain dan pengembangan suatu produk pembelajaran tertentu (Seels dan Richey, 1994: 55).
b.        Pengelolaan Sumber
Pengelolaan Sumber mencakup perencanaan, pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber. Biasanya mengatur bagaimana memanfaatkan dengan optimal sumber yang ada (Seels dan Richey, 1994: 55).
c.         Pengelolaan Sistem Penyampaian
Pengelolaan Sistem Penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan, pengendalian “ cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan ...  hal tersebut merupakan suatu gabungan medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada peserta didik (Ellington dan Harris, dalam Seels dan Richey, 1994: 56).
d.        Pengelolaan Informasi
Pengelolaan Informasi meliputi perencanaan, pemantauan, dan pengendalian cara  penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar (Seels dan Richey, 1994: 56).

5.        Kawasan Penilaian
Penilaian adalah kegiatan untuk mengkaji serta memperbaiki suatu produk atau program (Prawiradilaga, 2012: 54). Perbaikan dilakukan berdasarkan masukan atau informasi yang diterima. Masih banyak pihak yang melakukan evaluasi belajar dengan cara membandingkan kemampuan seorang peserta didik dengan temannya, seharusnya penilaian yang diharapkan adalah merujuk pada tujuan pembelajaran. Kawasan penilaian meliputi analisis masalah, pengukuran acuan patokan, dan penilaian formatif dan sumatif.
a.         Analisis Masalah.
Analisis masalah Termasuk penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan pengumpulan-informasi dan pengambilan keputusan strategi. Dalam membuat keputusan. Dengan demikian upaya evaluasi termasuk identifikasi kebutuhan untuk menentukan sejauh mana masalah dapat dikelaskan sebagai pembelajaran, mengindetifikasi kendala, sumber daya,karakteristik peserta didik, dan menentukan tujuan dan prioritas (Seels dan Glasgow dalam Seels dan Richey, 1994: 61).
b.        Pengukuran Acuan-Patokan (Criterion-Referenced Measurement).
Kriteria  pengukuran penilaian melibatkan teknik untuk menentukan penguasaan materi pelajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Kriteria referensi penilaian menyediakan informasi tentang penguasaan seseorang terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan relatif terhadap tujuan. Kesuksesan pada kriteria referensi penilalan sering berpedoman pada dapat melakukan suatu kompetensi tertentu.
c.         Penilaian Formatif dan Sumatif.
Evaluasi Formatif melibatkan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan menggunakan informasi ini sebagai dasar untuk pengembangan lebih lanjut. Evaluasi sumatif melibatkan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan menggunakan informasi ini untuk membuat keputusan tentang pemanfaatan. Metode evaluasi sumatif dan formatif berbeda. Evaluasi formatif tegantug pada teknis (isi) review dan tutorial, uji coba kelomok kecil atau besar. Metode pengumpulan data biasanya informal seperti observasi, wawancara dan test pendek. Evaluasi sumatif dalam bentuk lain membutuhkan prosedur lebih formal dan metode pengumpulan data. Evaluasi sumatif biasanya studi perbandingan kelompok dalam desain quasi eksperimen. Keduanya evaluasi formatif dan suamtif membutuhkan pertimbangan perhatian untuk menyeimbangkan penilaian kualitatif dan kuantitatif (Seels dan Richey, 1994: 62).
Kecenderungan dan Permasalahan penilaian kebutuhan yang semula berorientasi pada perilaku dengan menitikberatkan pada data kinerja dan penjabaran materi/isi jadi bagian-bagian yang lebih kecil. Akan tetapi, penekanan pada pengaruh konteks belajar yang sekarang memberi orientasi kognitif kadang-kadang orientasi kontruktivis, pada proses penilaian kebutuhan.

2.2.3        Kawasan AECT 2004
Hasil analisis kawasan AECT tahun 2004 tidak dibahas dengan nyata, melainkan hanya berupa paparan yang melekat pada definisi itu sendiri. Kekhasan definisi tersebut ada pada istilah study (kajian) serta ethical practice (terapan atau praktik beretika). Kedua hal ini mengatur perilaku para teknolog pembelajarn, profesional, dan praktisi untuk berperilaku dengan baik. Rujukan mengenai apa yang dikaji, digarap, atau dikerjakan dirumpun dalam istilah learning atau belajar dan performance atau kinerja. Kedua aspek ini menegaskan inti dari pekerjaan atau karya teknolog pembelajaran sebaiknya berada dalam cakupan belajar dan kinerja.
Tugas teknolog pendidikan dan atau teknolog pembelajaran:
a.        Study (Kajian).
Istilah study atau kajian dimunculkan sebenarnya melanjutkan tugas dan fungsi seorang teknolog pendidikan/ pembelajaranuntuk melanjutkan apa yang sudah dilakukan dalam kerangka definisi tahun 1994, yaitu pelaksanaan penelitian dalam teknologi pendidikan/ pembelajaran. Kewajiban seorang teknolog pembelajaran untuk mendalami teknologi pembelajaran serta meningkatkan potensinya sebagai suatu disiplin ilmu adalah bagian integral. Imbauan dari study (kajian) adalah agar para teknolog pembelajaran terus-menerus mengembangkan ilmu teknologi pendidikan/ pembelajaran melalui penelitian dan pemikiran diri yang reflektif (Prawiradilaga, 2012: 57).
b.        Ethical Practice (Praktik atau Terapan Beretika)
Etika menjadi sesuatu yang rentan tatkala berkaitan dengan dunia maya. Penghargaan terhadap karya dan kreativitas orang lain, pengakuan terhadap keberadaan dan kebenaran menjadi bagian dari etika dalam teknologi pendidikan. Etika sesungguhnya bukan hanya mengenai aturan main, atau landasan hukum. Etika adalah norma yang berlaku di masyarakat beradab. Etika sebaiknya diperhatikan karena hal ini menjadi tantangan serius seiring dengan kemajuan teknologi berbasis internet. AECT merumuskan etika yang dimaksud adlaha perilaku para ilmuwan, praktisi, atau teknolog pembelajaran terhadap seseorang, masyarakat, dan diri sendiri. Aturan yang terangkum dalam kode etik bukanlah aturan yang memasung, melainkan aturan yang harus dipahami dan dijalankan demi terciptanya iklim saling menghormati satu sama lain dalam ranah teknologi pendidikan/ pembelajaran (Prawiradilaga, 2012: 57).
Lingkup Kerja atau kawasan:
a.        Learning (Belajar)
Istilah Learning (belajar) bukan hanya meghafal, mengingat, tetapi belajar
dimaksudkan adalah bagaimana seseorang mampu mengembangkan diri berdasarkan persepsinya terhadap apa yang ia pelajari, lingkungan, dan masyarakat di mana ia berada, mewujudkan impiannya, dan lainnya. Belajar sebagai kawasan teknologi pendidikan melingkupi kerja dan karya para teknolog pendidikan dan pembelajaran (Prawiradilaga, 2012: 58).
b.        Performance (Kinerja)
Kinerja menegaskan adanya kemampuan seseorang setelah dinyatakan menguasai tujuan pembelajaran, ia pun mampu menerapkan dalam dunia nyata. Makna kedua dari kinerja adalah teknologi pendidikan menciptakan lingkungan atau perangkat kerja serta gagasan bagi peserta didik, guru, atau desainer untuk berkarya atau membuktikan jenjang kemampuan penguasaan pengetahuan tadi yang diperoleh melalui proses belajar (Prawiradilaga, 2012: 58).

2.2.4        Kawasan Pakar Lain
a.         Kawasan Menurut Reiser dan Dempsey
Kawasan yang dirimuskan oleh Reiser dan Dempsey berbeda dari AECT. Kawasan yang mereka rumuskan yakni kawasan teknologi pembelajaran dan kawasan desain pembelajaran.
Konteks Teknologi pembelajaran menurut Reiser dan Dempsey, et al., (dalam Prawiradilaga, 2012: 59) bahwa kemajuan teknologi serta inovasi secara umum berdampak langsung terhadpa kawasan teknologi pembelajaran. Mereka tidak hanya melakukan pendekatan kepada praktisi yang berlatar belakang keilmuan teknologi pembelajaran namun kepada non-pembelajaran juga. Tugas teknolog pembelajaran adalah menemukan pemecahan masalah atau menentukan teknik peningkatan kinerja itu sendiri sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan situasi bekerja (Prawiradilaga, 2012: 58).
Konteks Desain pembelajaran yang melekat pada teknologi pembelajaran mengatur alur berpikir seorang teknolog pembelajaran dalam memecahkan masalah peningkatan kinerja. Salah satunya melakukan pendekatan dengan prinsip ADDIE (analysis, design, develop, implement, and evaluate).

b.        Kawasan menurut Davies (1978)
Davies menumuskan teknologi pendidikan sesuai dengan gejala pendidikan yang telah beliau amati. Tiga rumusan pendekatan yang berhubungan dengan kawsan dan bidang garapan teknologi pendidikan yakni pendekatan perangkat keras (hardware), pendekatan perangkat lunak (software), dan perpaduan keduanya.
1.         Pendekatan Perangkat Keras. Guru dalam hal ini hendaknya memanfaatkan penggunaan perangkat keras. Hal ini dimaksudkan agar terjadi proses otomatisasi atau proses mekanistik dalam kegiatan pembelajaran. Perangkat keras dimanfaatkan untuk menyebarkan materi ajar, mereproduksi materi, dan lainnya. Namun semua upaya tersebut harus tetap mengacu pada efektivitas pembiayaan, terutama pembiayaan dari siswa.
2.         Pendekatan Perangkat Lunak. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan belajar siswa dan perilakunya.
3.         Pendekatan Perpaduan Perangkat Keras dan Perangkat Lunak. Kerangka pendekatan ini berada pada lingkup sistem (system boundary) dengan mencermati seluruh faktor  yang mempengaruhi proses pembelajaran diantaranya siswa (motivasi belajar serta kemampuan akademiknya), guru, lingkungan sekolah, materi atau kurikulum, serta tujuan belajarnya. Sehingga pendekatan ini dirasakan lebih manusiawi serta integratif dengan kondisi pembelajaran sehari-hari.

No comments:

Post a Comment